Pengertian Istiqomah
Pengertian Istiqomah adalah anonim dari thughyan (penyeimbang atau melampaui
batas). Ia bisa berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah
bergeser, karena akar kata istiqomah dari kata “qooma” yang berarti
berdiri. Maka secara etimologi, istiqomah berarti tegak lurus. Dalam
kamus besar bahasa Indonesia, istiqomah diartikan sebagai sikap teguh
pendirian dan selalu konsekuen.
Dalil-dalil dan Dasar Istiqomah “Maka tetaplah (istiqomah) kamu
pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga)
orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. 11:112).
Juga dalam ayat lain disebutkan, “Kamilah Pelindung-pelindungmu
dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa
yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu
minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari (Tuhan) Yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS. 41: 31-32)
“Sesunguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah
Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah
penghuni- penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas
apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. 46: 13-14)
Ayat diatas menggambarkan urgensi istiqomah setelah beriman dan
pahala besar yang dijanjikan Allah SWT seperti hilangnya rasa takut,
sirnanya kesedihan dan surga bagi hamba-hamba Allah yang senantiasa
memperjuangkan nilai-nilai keimanan dalam setiap kondisi atau situasi
apapun.
Hal ini dikuatkan hadits Nabi berikut ini. “Aku berkata: “Wahai
Rasulullah katakanlah kepadaku satu perkataan DALAM Islam yang aku tidak
akan bertanya kepada seorang pun selain engkau. Beliau bersabda:
“Katakanlah, `Aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah (jangan
menyimpang).” (HR. Muslim dari Abu’ Amarah Sufyan bin Abdullah)
Faktor-Faktor yang Melahirkan Istiqomah Ibnu Qayyim dalam “Madaarijus
Salikiin” menjelaskan bahwa ada lima faktor yang mampu melahirkan
istiqomah dalam jiwa seseorang sebagaimana berikut:
1. Beramal dan melakukan optimalisasi
“Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-
benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan
untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu
Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari
dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-Qur’an) ini, supaya Rasul itu
menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atau
segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah
sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS. 22:78)
2. Berlaku moderat antara tindakan melampaui batas dan menyia-nyiakan
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu)
di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. 25:67)
Rasulullah SAW bersabda kepada Abdullah bin Amr bin Al-Ash: “Wahai
Abdullah bin Amr, sesungguhnya setiap orang yang beramal memiliki
puncaknya dan setiap puncak akan mengalami kefuturan (keloyoan). Maka
barangsiapa yang pada masa futurnya (kembali) kepada bid’ah, maka ia
akan merugi” (HR. Iman Ahmad dari sahabat Anshor)
3. Tidak melampaui batas yang telah digariskan ilmu pengetahuannya
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (QS. 17:36)
4. Tidak menyandarkan pada faktor kontemporal, melainkan bersandar pada sesuatu yang jelas – ikhlas
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yang lurus,
dan supaya mereka mendirikan shalat dan meunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus. (QS. 98:5)
5. Mengikuti Sunnah Rasulullah SAW bersabda: “Siapa diantara kalian
yang masih hidup sesudahku maka dia pasti akan melihat perbedaan yang
keras, maka hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para Khalifah
Rasyidin (yang lurus), gigitlah ia dengan gigi taringmu.” (Abu Daud
dari Al- Irbadi bin Sariah)
Imam Sufyan berkata: “Tidak diterima suatu perkataan kecuali bila ia
disertai amal, dan tidaklah lurus perkataan dan amal kecuali dengan
niat, dan tidaklah lurus perkataan, amal dan niat kecuali bila sesuai
dengan sunnah.”
sekian dan terimakasih ;)
0 komentar:
Posting Komentar